Banner Ad

Text Ad

11 Januari 2009

Hepatitis B dan C Bisa Sembuh..!

Jakarta, Kompas
  • Pasien hepatitis B dan hepatitis C akut maupun kronik bisa disembuhkan jika didiagnosis dan diobati secara dini. Pasalnya, perkembangan hepatitis menjadi sirosis maupun kanker hati perlu waktu belasan sampai puluhan tahun.


Hal itu dikemukakan dr Unggul Budihusodo SpPD dalam Kursus Penyegar Hepatologi bagi dokter umum yang diselenggarakan Subbagian Hepatologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (FKUI/RSCM), pekan lalu.

Dokter umum sebagai lini terdepan berperan penting dalam penanganan pasien hepatitis mengingat keterbatasan jumlah dokter spesialis penyakit dalam, khususnya yang mendalami penyakit hati. Tidak jarang pasien putus obat karena kesulitan transportasi dan biaya untuk menemui dokter spesialis. Hal itu tak perlu terjadi jika pasien bisa berkonsultasi ke dokter umum terdekat.

Dokter umum diharapkan lebih jeli dan memiliki kesadaran tinggi menjaring pasien hepatitis. Penemuan kasus secara dini akan sangat mempengaruhi perjalanan penyakit hepatitis akibat virus. Masalahnya, obat antivirus sangat bermanfaat bagi pasien dalam tahap hepatitis kronik. Tetapi, efektivitas akan berkurang bahkan bisa menimbulkan efek samping jika pasien sudah pada tahap lanjut, misalnya sirosis hati.

Menurut Unggul, infeksi virus hepatitis B dan C merupakan masalah kesehatan masyarakat yang besar karena pengidap infeksi kronik kedua virus itu di dunia mencapai sekitar 500 juta orang. Hampir 80 persen tinggal di Asia Pasifik. Infeksi kronik dalam jangka panjang bisa berlanjut menjadi sirosis dan kanker hati.

Indonesia termasuk kelompok negara dengan prevalensi tinggi hepatitis B. Rata-rata 9,4 persen dengan kisaran 2,5-36,16 persen pada pelbagai wilayah. Sedangkan prevalensi hepatitis C mencapai 3,1-4 persen. Diperkirakan jumlah penderita hepatitis C meningkat seiring peningkatan jumlah pengguna narkotika suntikan akibat berbagi alat suntik tak steril.

Selain virus hepatitis B dan C, virus lain yang menimbulkan infeksi adalah virus hepatitis A, D, dan E. Selain itu, ada virus hepatitis G dan virus hepatitis TT (transfusion transmitted) yang patogenitasnya (kemampuan untuk menyebabkan penyakit) belum jelas.

Dari data rumah sakit, penyebab hepatitis akut yang tersering adalah virus hepatitis A, disusul virus hepatitis non-A non-B dan virus hepatitis B.

Virus hepatitis A dan E menyebar lewat air minum dan makanan yang tercemar virus. Kedua infeksi itu umumnya bersifat akut-paling lama berlangsung enam bulan-dan tidak menjadi kronik.

Virus hepatitis B dan C menyebar lewat cairan tubuh. Selain penularan dari ibu ke bayi saat kelahiran, kelompok risiko tinggi terkena hepatitis B adalah kaum homoseksual dan pengguna narkotika suntikan. Jika terkena waktu bayi kemungkinan menjadi kronik lebih dari 90 persen. Sedangkan infeksi saat dewasa hanya 5-15 persen yang menjadi kronik.

Hepatitis C terutama akibat penularan lewat transfusi darah atau pengguna narkotika suntikan. Potensi menjadi kronis sangat besar, sekitar 70-80 persen. Selanjutnya 20-30 persen akan mengalami sirosis hati dalam waktu 20-30 tahun. Sebagian dari itu akan berlanjut menjadi kanker hati.

Penyebab lain hepatitis kronik adalah obat, alkohol, autoimun, serta penyebab lain yang tak dapat ditemukan meski dilakukan pemeriksaan ekstensif (hepatitis kronik kriptogenik).

Infeksi virus hepatitis B kronik terjadi bila dalam waktu enam bulan setelah infeksi akut masih terdeteksi adanya HBsAg. Replikasi virus terjadi jika hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya HBeAg dan atau HBVDNA.

Gejala hepatitis akut, urai dr Agus Sudiro Waspodo SpPD, adalah letih, mual, muntah, urine warna gelap, warna kuning pada selaput mata, dan pembesaran hati yang kadang disertai nyeri.

Gejala hepatitis kronik maupun tes laboratorium menunjukkan hal yang sama dengan hepatitis akut. Untuk membedakan perlu dilakukan tes laboratorium spesifik terhadap antigen virus.

Pembicara lain dalam kursus adalah Prof dr LA Lesmana SpPD PhD, Prof dr Ali Sulaiman SpPD PhD, Prof dr Nurul Akbar SpPD, Prof dr Syaifoellah Noer SpPD, dr Rino A Gani SpPD, dan dr Irsan Hasan SpPD.(ATK)