Banner Ad

Text Ad

09 Agustus 2009

Kelamaan di Depan PC Bisa Alami Gangguan Tidur

11 Nov 02 10:32 WIB


Sebuah penelitian di Negeri Sakura ungkapkan bahaya terselubung di balik mereka yang sehari-hari bekerja di depan PC. Semakin lama anda "melotot" di depan monitor, bisa bisa berdampak nyeri fisik, mental, dan gangguan tidur.

Hasil penelitian ini bukan cuma isapan jempol, karena Dr Tetsuya Nakazawa daru Universitas Chiba dan koleganya melakukan survai atas 25.000 pekerja sejak 1995 lalu.

Dalam survainya, mereka menanyakan berapa lama ratya-rata para pekerja duduk di depan monitor, kebiasaan tidur, dan nyeri fisik dan mental seperti pusing-pusing, nyeri punggung, iritasi mata, depresi, dan munculnya sifat cemas.

Hasil penelitian in lantas dipublikasikan dalam American Journal of Industrial Medicine. "Dalam studi, ditemukan hubungan yang signifikan antara lama bekerja di depan monitor dengan gejala fisik," ujar laporan jurnal itu.

Singkatnya, karyawan yang duduk di depan PC lebih dari lima jam sehari akan mengalami masalah umum utama seperti pusing, iritasi mata, nyeri sendi, dan kaku pada bagian pundak. Sementara masalah mental yang timbul, di antaranya kelesuan, cemas, dan malas datang ke kantor karena mengalami sulit tidur dan kelelahan teramat sangat.

CNN/yay

Kebutaan Akibat penyakit Kencing Manis Dapat Dicegah

Anda benar-benar menikmati hidup saat ini. Anda memiliki pekerjaan dengan gaji yang tinggi, keluarga yang bahagia, deposito dalam jumlah besar di bank, dan mobil yang bagus. Satu-satunya hal yang mengganggu anda adalah daya penglihatan anda yang buram. Karena berpikir bahwa hal tersebut hanyalah satu dari sekian masalah yang terjadi seiring dengan bertambahnya usia, anda akhirnya hanya mengatasinya dengan memakai kacamata.

Namun pada suatu hari, secara tiba-tiba anda menyadari bahwa daya penglihatan anda merosot lebih pesat dan perasaan anda mengatakan bahwa anda harus berkonsultasi dengan dokter mata untuk melakukan pemeriksaan mata yang memang sudah lama tertunda. Ketika pemeriksaan selesai dilakukan, anda menerima berita yang mengejutkan. Dokter mata yang memeriksa menduga bahwa anda terkena penyakit diabetes dan kemungkinan bisa mengalami kebutaan karena retinopati diabetik

Retinopati diabetik merupakan gangguan pada mata yang bersifat progresif dan permanen. Sekali penyakit ini menyerang mata anda, maka ia akan berada disana selamanya. Hal ini disebabkan oleh berbedanya sel-sel retina (selaput jala mata) dari sel-sel tubuh lainnya. Sel-sel retina terbentuk dari pembuluh darah dan bila mengalami kerusakan, ia tidak dapat direkonstruksi ataupun ditumbuhkan kembali. Jadi sekali rusak, ia akan rusak selamanya

Karena retinopati diabetik tidak dapat diperbaiki, maka ia harus dibedakan dengan komplikasi diabetes yang lain. Komplikasi pada ginjal dapat disembuhkan dengan transplantasi, hipertensi dapat diatasi dengan melakukan diet yang seimbang dan olahraga, penyembuhan luka yang lama dapat dikurangi dengan menjaga kadar gula darah tetap rendah.

Sebagai penyakit dengan kondisi permanen, apa yang dapat dilakukan seorang dokter mata terhadap retinopati diabetik adalah menghentikan perkembangannya hingga tidak menimbulkan kebutaan. Oleh karena itu periksakanlah mata anda paling tidak setahun sekali pada dokter mata anda, khususnya bagi anda yang berusia lebih dari 40 tahun.

Suplemen seperti Calcium Dobesilate.dikatakan dapat membantu mencegah perkembangan penyakit tersebut sehingga kadang direkomendasikan bagi para pasien yang menderita retinopati diabetik derajat ringan hingga sedang. Sayangnya informasi mengenai Calcium Dobesilate masih terdapat dalam jumlah yang terbatas.

Bell’s palsy

Pagi sebenarnya itu tak ada hal istimewa yang dirasakan Fenty. Namun, alangkah kagetnya ia ketika terbangun di pagi hari, wajahnya tampak tak normal. Bibirnya menjadi miring sebagian dan otot wajahnya terasa sulit digerakkan. Berkedip pun ia tak bisa. Ia merasakan bagian wajahnya mati separuh.

Kenyataan ini membuat Fenty panik bukan kepalang. Ia merasa usianya masih muda, 25 tahun, dan tak punya riwayat penyakit jantung atau hipertensi. Ia mengira, mungkin telah mengalami serangan stroke. Tapi, bagaimana bisa?

Ya, ilustrasi ini sebenarnya bisa terjadi kepada siapa pun, tak terbatas usia dan aktivitas seseorang. dr. Rocksy F. V. Situmeang, Sp.S, spesialis syaraf dari Siloam Hospital Karawaci menjelaskan, belum tentu wajah yang tiba-tiba mencong itu akibat stroke.

“Bisa saja itu gejala Bell’s palsy, atau gangguan pada syaraf kranial ke-7 yang ditemukan oleh Sir Charles Bell,” ujar Rocksy. Gangguan ini bisa menyebabkan perintah otak yang menggerakkan wajah jadi terganggu. Mengakibatkan wajah lumpuh sebagian dan membuat bentuk wajah jadi miring sebelah.

Bukan Stroke
Bell’s palsy pada dasarnya merujuk pada kelumpuhan salah satu syaraf wajah (mononeuropati) yakni syaraf ke-7. Kelumpuhan ini murni disebabkan jepitan pada syaraf ke-7, bukan dari penyebab lain seperti pembuluh darah pecah atau tersumbat.

Berbeda dengan stroke, Bell’s palsy hanya menyebabkan kelumpuhan pada separuh wajah. Bukan kelumpuhan separuh bagian badan. Kelumpuhan ini terjadi akibat adanya himpitan yang menekan serabut syaraf ke-7 sehingga tak bisa menyampaikan impuls dari pusat syaraf pada batang otak.

Syaraf yang bekerja pada wajah sebenarnya ada 12 dengan pusat pada batang otak. Masing-masing memiliki fungsi berbeda. Misalkan, syaraf 1 untuk hidung, syaraf 2 untuk penglihatan, syaraf 3-4-6 untuk gerakan bola mata, syaraf 5 untuk merasakan sentuhan dan syaraf 7 untuk menggerakkan otot wajah.

Syaraf ke-7 memiliki keistimewaan, terdapat serabut panjang dari dalam tempurung kepala keluar melalui kanal di bawah telinga menuju sisi wajah. Panjangnya serabut syaraf ke-7 ini menyebabkannya rentan terjepit atau tertekan. Bila terjadi gangguan, akan menyebabkan kelumpuhan pada otot-otot wajah sesisi.

Sejumlah keluhan Bell’s palsy juga disertai sakit kepala tak spesifik. Umumnya Bell’s palsy tak disertai keluhan lain seperti rasa kebas, karena syaraf perasa di wajah dipengaruhi syaraf 5, bukan 7. Namun, karena terjadi kekakuan pada otot wajah, penderitanya merasa sedikit tebal pada kulit wajahnya.

Angin Bukan Penyebab
Banyak asumsi dikaitkan dengan Bell’s palsy. Beberapa pendapat di masa lalu mempercayai, Bell’s palsy disebabkan angin yang menyusup ke daerah belakang telinga dan mengganggu syaraf ke-7.

Ada pula yang berpendapat, kondisi ini diakibatkan serangan virus cytomegalovirus, atau herpes. Kenyataannya, tanpa bepergian atau terkena angin, maupun mendapat serangan virus sekalipun, seseorang tetap bisa terserang Bell’s palsy.

Pada wanita hamil, saat kelelahan, orang dengan gangguan auto imun atau orang dengan diabetes juga rentan terserang Bell’s palsy. Rocksy lebih sependapat bila penyebab Bell’s palsy merupakan idiopati (tak bisa dijelaskan).

Namun, Rocksy juga tak menyalahkan bila beberapa orang menganggap gangguan ini terkait dengan aktivitas malam, berkendara tanpa helm full face, menggunakan air conditioner, dan lainnya.

“Beberapa teori lama, memang menyebutkan angin yang menyusup ke belakang telinga sering jadi penyebab Bell’s palsy. Sebenarnya angin hanya membawa virus. Dan virus ini bertanggung jawab atas terjadinya pembengkakan penyebab Bell’s palsy,” paparnya.

Sembuh Sendiri
Menghadapi wajah yang mencong tiba-tiba akibat Bell’s palsy sebaiknya jangan panik. Menurut Rocksy, Bell’s palsy bisa sembuh hingga 100 persen dan tak meninggalkan kecacatan. Bahkan 80 persen serangan Bell’s palsy akan sembuh sendiri dalam waktu 4 sampai 7 hari.

Asalkan ditangani tepat dan tak terlambat, bisa sembuh sempurna. Tepat artinya ditangani kurang dari 24 jam setelah serangan (golden period). Dan tidak dilakukan pengobatan alternatif atau tindakan tanpa pertimbangan medis. “Bila terlambat atau lebih dari 24 jam, obat-obatan yang digunakan jadi kurang maksimal,” ungkap Rocksy.

Namun, yang terpenting lagi penderita Bell’s palsy sebaiknya beristirahat atau mengurangi aktivitas wajah selama beberapa hari setelah terkena serangan. Dan segera berkonsultasi ke dokter syaraf selama masih dalam golden period.

Bila pengobatan dengan obat anti inflamasi atau anti-viral tak menunjukkan hasil, dan setelah dilakukan MRI tampak adanya penekanan pada syaraf ke-7, pilihan akhir yang diambil dokter adalah tindakan operasi dekompresi atau pembebasan tekanan.

Namun, sekali lagi, ini pilihan terakhir yang jarang sekali diambil. Setelah lewat fase akut 3-4 hari, barulah bisa dimulai latihan fisioterapi di depan kaca atau mengunyah permen karet.

Sebaiknya fisioterapi tak terburu-buru dilakukan, karena memicu terjadinya nerve sprouting atau syaraf tak kembali sempurna, atau tumbuh melenceng. Nerve sprouting bisa menyebabkan timbulnya gerakan tak terkontrol yang menyertai maksud gerakan pada wajah. Misalnya, kedutan di wajah.

Pada penderita diabetes, kemungkinan untuk sembuh akan berbeda dengan orang tanpa diabetes. Rocksy menerangkan, penderita diabetes yang terserang bell’s palsy akan sembuh sekitar 60 persen saja, karena kemampuan penyembuhannya relatif tak sebaik orang tanpa diabetes. Biasanya wajahnya masih akan terlihat sedikit mencong.

Laili Damayanti

01 Agustus 2009

Jet Lag Dapat Memicu Timbulnya Psikosis

Bagi anda yang sering berpergian dengan pesawat terbang ke negara-negara yang memiliki perbedaan waktu yang menyolok dengan Indonesia, baik untuk berlibur ataupun bertugas, anda disarankan untuk lebih berhati-hati. Soalnya, jet lag – yang diketahui dapat menimbulkan gangguan tidur dan berbagai gejala lainnya – dapat memperburuk beberapa gangguan mental, atau dalam keadaan yang jarang ditemukan, memicu timbulnya psikosis pada orang yang tidak memiliki riwayat penyakit mental apapun, demikian menurut suatu artikel yang dipublikasikan dalam jurnal medis berbahasa Ibrani, Harefuah.

Jet lag, suatu keadaan yang terjadi akibat menyeberangi zona-zona waktu dengan cepat memakai pesawat terbang, dapat mengacaukan jam biologis dalam tubuh seseorang. Drs. Gregory Katz, Rimona Durst, Josef Zislin dan Haim Knobler dari Kfar Shaul Mental Health Center, Yerusalem, dan Hilla Knobler dari Kaplan Hospital, Rehovot, meringkas berbagai penelitian mengenai potensi dari efek jet lag terhadap kesehatan mental para penumpang. Bahkan sebuah perjalanan jarak jauh dengan menggunakan kereta api pun dapat memicu timbulnya paranoia (psikosis dengan gejala-gejala waham yang menonjol), demikian mereka melaporkan.

Penelitian-penelitian pertama mengenai jet lag mulai muncul pada tahun 1960-an, ketika 49 orang pasien yang mengalami gangguan dan diangkut langsung dari lapangan udara menuju rumah sakit jiwa di San Francisco selama kurun waktu 7 tahun, memperlihatkan adanya gejala-gejala paranoia, kecemasan, ataupun gejala-gejala psikopatologi lainnya.

Gejala-gejala yang dialami juga akan menjadi lebih parah secara bermakna jika para pasien melakukan penerbangan dari arah Barat ke Timur ketimbang bila dari arah sebaliknya. Para peneliti mengatakan bahwa para pasien penderita skizofrenia yang kondisinya stabil sebelum melakukan penerbangan, mendadak berbalik menjadi parah setelah melakukan suatu perjalanan memakai pesawat terbang.

Selanjutnya, para psikiater dari Israel melaporkan ditemukannya sebuah kasus yang langka. Kasus ini terjadi pada seorang turis beragama Nasrani yang berumur 49 tahun. Kondisi turis tersebut benar-benar normal sebelum melakukan penerbangan ke Yerusalem. Setelah tiba di sana, ia mulai mengalami masalah-masalah tidur, merasa sangat lelah, dan mengalami beberapa gangguan lainnya. Dia tiba-tiba mulai menunjukkan perilaku psikotik, termasuk paranoia dan waham kebesaran. Dia bersikeras bahwa para peserta tur yang 'baik' dan yang 'jahat' sedang berperang satu sama lain dan ia menganggap bahwa dirinya adalah orang suci yang ditugaskan untuk melindungi kelompok yang 'baik'.

Turis tersebut kemudian dibawa ke unit gawat darurat pusat kesehatan mental Kfar Shaul setelah menunjukkan perilaku yang sangat agresif. Dia bereaksi sangat brutal terhadap semua petugas di rumah sakit dan bersikeras bahwa ia telah mendengar suara para malaikat. Disana ia diobati dengan obat-obat anti-psikotik dan hormon melatonin untuk mengatur kembali jam biologisnya. Kondisinya mulai membaik dalam kurun waktu 72 jam.

Di akhir artikel mereka, para peneliti mengatakan bahwa kondisi psikotik yang dialami seseorang umumnya akan menghilang dengan sendirinya ketika jam biologis dalam tubuhnya menjadi normal kembali.

Jerawat, Nutrisi Apa yang Tepat Mengobatinya?

Jakarta - 06 Feb 01 08:43 WIB - (Berbagai sumber)


Siapa tak kesal dengan jerawat? Kulit muka memerah. Wajah dipenuhi benjolan
yang tampak seperti bekas luka yang membengkak. Tak hanya di wajah, seringkali
jerawat itu pun 'menjalar' ke daerah leher, dada, bahkan punggung.

Makanankah penyebab munculnya jerawat? Pendapat ini masih perlu diuji. Bahkan
peran cokelat terhadap munculnya jerawat, sampai kini pun masih diragukan.
Daripada lelah mencari penyebabnya, lebih baik menyimak makanan yang bisa
mengurangi rasa sakit akibat jerawat.

Zat besi.
Suplemennya bisa mengurangi rasa sakit akibat jerawat. Para dokter
biasanya memberikan dosis 30 mg, 2-3 kali per hari selama beberapa bulan untuk
mengobati jerawat. Setelah itu penggunaannya hanya 1 kali per hari. Biasanya
dalam 12 minggu sudah terlihat hasilnya.
Zat besi mengandung lebih dari 300 jenis enzim. Sehingga efektif memperbaiki
luka, membantu sintesa protein, membantu menghasilkan kembali sel-sel baru,
memperkuat daya tahan tubuh, melindungi kita dari serang radikal bebas, bahkan
efektif untuk memelihara fertilitas. Zat besi ini banyak terdapat antara lain
pada daging, telur, dan sea food.

Vitamin A
Dengan dosis sebanyak 300 ribu IU setiap hari untuk wanita dan
400-500 ribu per hari untuk pria, efektif untuk menyembuhkan jerawat. Sayangnya dosis
sebanyak itu bisa menjadi racun bagi tubuh kita. Padahal penghentian
penggunaannya bisa memunculkan kembali sang jerawat. Karena itu vit A jarang
dijadikan treatment pengobatan untuk menanggulangi jerawat.
Dalam makanan, vit A ini dapat diperoleh dari hati, produk olahan susu, minyak
ikan .

Asam pantothenic.
Yang ini adalah zat lain yang seringkali terkandung dalam krem
obat jerawat. Pemberian 2,5 gr asam pantothenic dalam empat kali setiap hari
(total 10 gr per hari) memberikan hasil yang optimal. Krem jerawat biasanya
mengandung 20% asam pantothenic dengan penggunaan enam kali (olesan) per hari.
Dosis yang cocok sudah pasti harus ditanyakan pada dokter kulit yang Anda
datangi.
Asam pantothenic acid, seringkali disebut juga vitamin B5. Fungsinya, terutama
penting dalam memproduksi, menyebarkan, dan melepaskan energi dari lemak.
Sintesa kolesterol juga tergantung dari keberadaannya. Vit B5 banyak terdapat
dalam hati, ragi, ikan salmon, sayuran, produk olahan susu, telur, bebijian,
juga daging.

Niacinamide.
Zat ini biasanya selalu terkandung dalam krem anti jerawat sekitar
4% dengan penggunaan dua kali per hari. Niacinamide ini pun ada dalam vitamin
B3 (bersama niacin/ asam nicotinic). Dalam makanan bisa diperoleh dari
kacang-kacangan, ikan, dan daging. Beberapa jenis Vit B juga terdapat dalam
bebijian.

Vitamin B6.
Penggunaannya sebanyak 50 mg per hari bisa mengurangi gejala
premenstrual yang muncul dalam bentuk jerawat.
Dalam makanan, vit B6 bisa
diperoleh dari kentang, pisang, kismis, hati, kalkun, dan ikan tuna.

(susandijani)