Banner Ad

Text Ad

09 Desember 2008

Berpikirlah untuk Sehat

Senin, 24 November 2008 08:27 WIBTEMPO Interaktif, Jakarta

Sebut saja Doddy, 35 tahun, seorang pialang yang telah menahun memiliki pola makan serampangan. Apa pun dilahap, yang penting enak dan mengenyangkan, itulah prinsipnya. Karena tekanan pekerjaan juga kebiasaan merokoknya menjadi-jadi. Akhir pekan, ia pun menghabiskan waktunya di klub-klub. "Buat pelepas ketegangan," alasannya. Ia merasa tidak ada masalah dengan gaya hidup seperti itu. Tak pernah ada keluhan hingga suatu ketika ia mengeluh nyeri dada dan ketika berdahak sesekali keluar darah dari mulutnya. Dokter pun memvonisnya terkena kanker paru-paru.

Menurut dr Phaidon, gaya hidup seseorang menentukan siapa dirinya di masa depan. Apalagi sekarang ada beragam pencetus kanker, mulai dari penggunaan bahan yang penuh pengawet, proses pengolahan makanan dengan panas yang tinggi (bakar-bakaran), polutan, hingga pestisida. "Gaya hidup itu bukan sekadar knowledge-nya, tapi lebih pada mindset," ujarnya dalam seminar tentang kanker di Jakarta baru-baru ini.

Konsultan gizi dan diet ini pun mewanti-wanti masyarakat agar beralih ke makanan yang alami. Anjuran dokter trendi ini antara lain mengganti roti putih dengan roti gandum, mi instan dengan mi tepung, nasi putih dengan nasi merah, dan gula putih dengan gula alami. "Suruh orang Jawa bertobat mengkonsumsi gula impor dari Thailand. Justru gula Jawa jauh lebih sehat," ujarnya.

Phaidon juga menyarankan orang-orang mengganti makanan siap saji dengan ubi, jagung, dan singkong. Makanan tradisional itu, kata dia, mengandung karbohidrat, vitamin A, antioksidan, dan gizi lain. Ia juga menyarankan masyarakat mengurangi goreng-gorengan karena bisa membuat darah menggumpal seperti pacar cina di pembuluh darah, bahkan di penis. Ia juga mengajak masyarakat mengonsumsi sayuran mentah yang banyak mengandung enzim. "Sayuran mentah sebagai sapu alami untuk usus kita," katanya.

Ia menyebut brokoli yang mengandung senyawa glukorafanin sebagai bentuk alami senyawa antikanker sulforafana. Selain itu, brokoli juga bisa membuat pembuluh darah bersih dan meningkatkan hormon testosteron. Memakan tempe dan tahu berbahan kedelai lokal juga lebih sehat ketimbang kedelai impor dari Amerika yang masuk kategori GMF (genetically modified food).

Sebenarnya, menurut Phaidon, dalam teori tentang kanker, substansinya adalah radikal bebas, seperti DDT, radiasi, dan polusi--termasuk asap rokok yang merusak inti sel dalam tubuh. Selain faktor gen, kanker kerap berkorelasi dengan perubahan fungsi sel menjadi ganas akibat tidak ada proteksi di dalam tubuh. Artinya, tubuh membutuhkan makanan yang mengandung antioksidan sehingga radikal bebas tidak bisa menerobos.

Ketua Umum Perhimpunan Onkologi Indonesia Cabang DKI Jakarta, dr Dody Ranuhardy, mengatakan kanker berpotensi datang dari makanan yang dikonsumsi sehari-hari. "Banyak bahan makanan yang mengandung zat berbahaya," katanya di sela-sela seminar "The 1st Symposium on Oncology Emergency: Cardiovascular and Metabolic Emergency in Cancer" di Jakarta beberapa waktu lalu.

Pola pikir masa bodoh dan ketidaktahuan masyarakat tentang makanan, kata dokter eksentrik ini, juga menjadi faktor risiko. "Sudah tahu merokok mengakibatkan kanker, tapi masih saja merokok," tuturnya. Lalu, sudah jelas formalin adalah bahan pengawet mayat, tapi tetap saja orang nekat memakainya untuk membuat mi, mengawetkan susu kedelai, mengeringkan ikan asin, dan sebagainya.

Agar terhindar dari kanker, kita membutuhkan pola makan yang sehat dipadu gerak tubuh ringan tiap hari. Aerobik, peregangan, dan latihan beban dinilai Phaidon sangat efektif untuk menghindari penyakit kronis, seperti kanker. Menurut dia, cukup 15 menit per hari saja sudah membuat badan fit dan sehat. "Pada menit ke-10 saat berolahraga, otak mengeluarkan hormon endorfin yang membuat badan terasa segar," tuturnya.

Pencegahan dini kanker lewat pola hidup sehat diamini Ketua Perhimpunan Onkologi Indonesia, Profesor Suhartati, dalam kesempatan terpisah di Jakarta. Menurut dia, makanan alami yang mengandung energi, protein, vitamin A, dan zat besi berperan penting menjaga sistem imun tubuh. Kekurangan gizi, Suhartati menambahkan, bakal melumpuhkan kekebalan tubuh sehingga tidak kuat menahan pemicu terjadinya sel kanker (karsinogen).

Tapi, kata Suhartati, pola hidup sehat jangan selalu dipautkan dengan makan dan olahraga saja. "Positive thinking juga menjadi dasar gaya hidup," ia menyarankan. Apabila selalu bersugesti sakit, bisa jadi malah terjangkit. Dunia bakal terancam gelombang penyakit kanker dalam 20 tahun ke depan. "Ini akan terjadi di negara berkembang, karena diprediksi ada ledakan pengidap kanker pada tahun 2030," paparnya.

Menurut Suhartati, 40 persen kanker dipicu dari pola hidup yang buruk.